Pasien merupakan seorang konsumen yang memiliki hak dalam menerima pelayanan kesehatan
yang baik. Hak-hak pasien sesungguhnya telah tercantum dalam beberapa pasal,
diantarnya ; Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,
dan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Beberapa bunyi dari pasal 32 tentang perlindungan hak pasien
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:
a)
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b) memperoleh informasi
tentang hak dan kewajiban pasien;
c) memperoleh layanan
yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d) memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
e) memperoleh layanan
yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f)
mengajukan pengaduan atas kualitas
pelayanan yang didapatkan.
Dari isi pasal diatas, dapat diketahui
bahwa pasien memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai
standar tanpa adanya perbedaan penanganan antara satu pasien dengan pasien lainnya.
Namun pada kenyataannya, di Indonesia, banyak sekali contoh kasus pelayan kesehatan
yang buruk.Terutama tidak diterimanya pasien karena faktor tertentu. Di
Jakarta, banyak contoh kasus penolakan pasien oleh rumah sakit tertentu berkaitan
dengan kepemilikan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
KJS merupakan suatu program jaminan pemeliharaan
kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui unit
pelayanan Jamkesda Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta kepada masyrakatnya dalam
bentuk bantuan pengobatan. Terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu dengan
sistem rujukan berjenjang. Seluruh penduduk yang mempunyai KTP atau Kartu Keluarga
DKI Jakarta yang belum memiliki jaminan kesehatan, diluar program Askes atau asuransi
kesehatan, berhak mendapatkan KJS ini.
Pada realisasinya
di lapangan, KJS menemui banyak kendala. Diantaranya adalah kurangnya tenaga,
peralatan dan fasilitas medis. Jumlah ruangan dan jumlah rumah sakit penerima pasien
KJS tidak sebanding dengan jumlah warga miskin di Jakarta yang berbondong-bondong
menggunakan fasilitas KJS. Padahal,
pemerintah telah merombak beberapa Rumah Sakit dan menetapkan penambahan
300 lebih ruang kelas dua untuk dijadikan ruang kelas tiga demi mengantisipasi lonjakan
jumlah pasien KJS.
Salah satu contoh buruk dari KJS adalah kisah
pasien Ana Mudrika, warga Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara. Saat pulang
dari sekolahnya ia mengeluh sakit di bagian perut. Oleh ibunya, Royati, Ana
dibawa ke klinik dekat rumah, namun karena tak kunjung membaik. Dia lalu dibawa
ke rumah sakit, tapi berkali-kali ditolak dengan berbagai dalih. Ada rumah
sakit yang tidak memiliki ICU dan peralatan yang lengkap. Ada pula rumah sakit
yang mengatakan bahwa ruang kelas 3 penuh sehingga tidak dapat menampung ana. Kondisi
Ana pun drop dan
hingga ia mengembuskan napas terakhir, Ana tak pernah sempat dioperasi.
Dari beberapa polemik yang ada tentang pengadaan dan
pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat serta contoh kasus dengan KJS ini, sistem
pelayanan kesehatan ini masih perlu dibenahi. Sembari berjalan, sebaiknya
sistem dan pelaksanaan pelayanan kesehatan ini segera diperbaiki dan
dievaluasi.
Pemerintah sebaiknya menambah anggaran belanja untuk
pembayaran premi yang diterima oleh rumah sakit. Namun, penggunaan dana ini
perlu diiringi dengan manajemen dana yang baik, seperti alokasi dana untuk
peralatan kesehatan, fasilita, kapasitas ruang dan pembayaran tenaga kerja yang
sesuai dengan kenyataannya. Tidak ada unsur-unsur penggelapan dana maupun
pengurangan anggaran dana peralatan medis.
Penambahan anggaran belanja dan manajemen pengelolaan dana
yang baik juga perlu diiringi dengan jumlah pemilik KJS yang sesuai dengan
persyaratan yang ada. Warga miskin yang berhak mendapatkan KJS sebaiknya didata
secara menyeluruh. Sehingga pelayanan kesehatan ini akan tepat sasaran. Upaya-upaya
ini sangat perlu dilakukan agar pelayanan kesehatan berjalan seefektif mungkin
agar tidak ada lagi pasien yang tidak mendapatkan haknya sebagai konsumen dalam
bidang kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar